Friday, December 24, 2010

Senyap Diriku

Kabut malam semakin tak bisa dimengerti

Ada banyak sisi yang tak dapat tereja maknanya

Dan setiap gerak selalu membawa konsekuensi

Kadang pikiran luput dari sekedar tau diri

Luka telah terbuat begitu saja

Dengan tangan-tangan kenikmatan

Kerling membuka senyum senja

Bisa saja esok jadi tetesan

Malam begitu panjang tapi sempit

Aku menoleh kesana kemari tapi

Tak ku jumpai rautku

Lalu siapa itu?

Dia terus mendekat, memcermati

Menjabat tanganku, mengerdipkan mataku

Memasung otakku, menguasai sosokku

Ya Rahman. Ya Rahim

Dimana aku bersembunyi. .

Wednesday, December 15, 2010

POTRET MANUSIA DALAM CERPEN “SENYUM KARYAMIN”

POTRET MANUSIA DALAM CERPEN “SENYUM KARYAMIN”

KARYA AHMAD TOHARI

(Apresiasi Prosa dengan Pendekatan Psikologis)

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah Apresiasi Prosa yang dibimbing

Oleh Bpk. Wahyudi Siswanto, Dr. M.Pd

Universitas Negeri Malang

Oleh:

Mitra Setiawan 109211416246

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS SASTRA

PRODI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

NOVEMBER, 2010

Apresiasi Prosa Fiksi Cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari

A. Latar Belakang

Realitas sosial yang terkadang unik, khas, bahkan penuh konflik dalam masyarakat kita pada umumnya menarik untuk diangkat dalam proses kreatif khususnya ke dalam bentuk cerpen. Cerpen sendiri merupakan hasil imajinasi pengarang—baik dari pengalamannya atau dari tanggapannya terhadap realitas sosial—yang dirangkai dalam sebuah cerita dimana terdapat tokoh, latar, perwatakan, dan alur.

Sehubungan dengan hal tersebut cerpen karya Ahmad Tohari “Senyum Karyamin” adalah cerpen yang tidak bisa kita pandang sebelah mata begitu saja. Sepintas kita lihat dari judul memang terkesan biasa, tetapi dalam cerpen ini terdapat nilai-nilai dalam diri manusia yang digambarkan dalam sosok tokoh Karyamin, berikut tokoh-tokoh yang lain. Gambaran tersebut dapat kita lihat lebih dalam dengan melakukan kajian analisisi.

Pemahaman dalam mengapresi cerpen “Senyum Karyamin” tidak bisa dilepaskan dari proses membaca, memahami unsur-unsur didalamnya untuk ditarik kesimpulan tentang potret manusia. Pemahaman yang tepat dengan analisis yang tepat akan membawa pembaca memahami maksud atau pesan pengarang didalam cerpennya.

“Senyum Karyamin” adalah cerpen yang dengan bahasa sederhana dapat menggambarkan perilaku manusia, khususnya orang miskin di desa sebagai individu yang sabar, tidak mudah menyerah, dan bertanggung jawab. Kata “senyum” menjadi kata kunci bahwa dalam kondisi apapun hal itulah yang dapat menentramkan hati Karyamin. Potret manusia yang tergambar dalam cerpen ini akan mudah dianalisis dengan pendekatan psikologis sebagai analisisis interdisipliner yang memadukan dua bidang keilmuan antara sastra dan psikologi. Namun anilisis dengan pendekatan ini akan terasa jauh dan samar jika kita tidak menggunakan pendekatan structural sebagai pintu utamanya yang kemudian akan mengerucut ke dalam pendekatan yang lebih spesifik, pendekatan psikologis.

B. Tujuan

Tujuan dari apresiasi ini antara lain adalah agar pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih jelas dan mendasar tentang cerpen “Senyum Karyamin” khususnya dikaitkan dalam fungsi karya sastra apakah sebagai hiburan, informasi, pesan moral, hakikat kemanusiaan, pengalaman spiritual, dan kesan tersendiri bagi pembaca. Dengan adanya hal tersebut diharapkan pembaca akan memberi apresiasi yang baik terhadap perkembangan dunia sastra di Indonesia. Penelaahan tentang potret manusia dalam cerpen ini diharapkan akan menjadi sarana interpretatif bagi pembaca untuk memahami sisi-sisi manusia baik dari segi yang baik ataupun sebaliknya.

C. Landasan Teori

Analisis struktural merupakan sebuah kajian apresiasi yang melihat karya sastra, dalam hal ini cerpen, tidak hanya dari satu sisi saja melainkan secara keseluruhan. Pendekatan strukturalisme ini melihat unsur-unsur karya sastra sebagai satu kesatuan yang membangun sebuah cerita. Pendekatan ini mengapresiasi unsur-unsur intrinsik suatu karya sastra meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, latar, amanat, sudut pandang, gaya bahasa, dan teknik bercerita. Jika dianalogikan mengapresiasi sebuah karya sastra sebagai rumah maka pendekatan strukturalisme adalah gerbang untuk masuk ke dalamnya. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan dengan cermat, teliti, detail, dan mendalam keterkaitan semua unsur yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988:135; Pradopo, 1993:120 dalam Suwignyo, 2008: 101).

Pendekatan struktural tersebut akan menjadi pintu utama dalam analisis yang lebih spesifik yaitu pendekatan psikologis. Penelaahan unsur-unsur intrinsik secara jelas akan memudahkan kita menganalisis cerpen “Senyum Karyamin” dengan pendekatan psikologis, sehingga secara kausalitas dapat ditarik kesimpulan tentang potret manusia dalam cerpen tersebut.

Pendekatan psikologis terhadap karya sastra merupakan analisis interdisipliner. Analisis psikologis memadukan dua bidang keilmuan yang memiliki disiplin yang berbeda, yakni disiplin sastra dan disiplin psikologi (Suwignyo. 2008:135). Analisis strukutural akan membawa kita menguraikan tokoh berikut karakternya, latar atau settingnya, interaksinya dengan tokoh lain, lingkungan, ataupun Tuhan, dipadukan dengan analisis psikologi yang meliputi kaidah dan teori psikologi, maka karakter setiap tokoh dapat dianalisis secara prinsip psikologi sebagai potret atau gambaran diri manusia.

Terdapat empat model analisis psikologi karya sastra. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca, psikologi pembaca (Wellek dan Warren. 1989: 90). Model yang dipakai untuk apresiasi cerpen “Senyum Karyamin” ini adalah model yang kesatu dan ketiga.

Wellek tampak lebih memberi kemungkinan telaah yang lebih luas wilayahnya. Menurut keduanya telaah sosiologis terhadap karya sastra dapat berupa:

a. Sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang sebagai pencipta sastra;

b. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi, yang menjadi pokok kajiannya ialah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya;

c. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra (Suwignyo, 2008: 38).

Teori kepribadian dapat dimanfaatkan sebagai sarana penjelas analisis psikologi ini seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud yaitu “an structural model” yang terdiri dari id, ego, dan superego. Id adalah dorongan yang paling purba yang belum dibentuk dan di pengaruhi kebudayaan. Id adalah dorongan hewani atau perangsang biologis, keinginan, kebutuhan, atau dorongan fisiologis lainnya untuk bertindak (Cuzzort dalam Suwignyo. 2008;138). Sedang superego adalah aspek moral manusia, kebaikan dan norma-norma. Ditengah-tengah konflik antara id dan superego muncullah unsur ketiga, yaitu ego. Ego adalah bagian dari diri manusia yang langsung mengalami realitas dan memanunggalkan tuntutan superego dan id yang saling berlawanan. Ego berfungsi menjaga kedua hala tersebut yaitu keseimbangan antara id dan superego.

D. Metode Analisis

Analisis ini tergolong analisis objektif dengan menitik beratkan terhadap tokoh dan perwatakanya dalam karya sastra yang dilihat secara prinsip-prinsip dan teori psikologi.

Data ini diperoleh dengan prosedur: 1. Memilih cerpen “Senyum Karyamin” karyaAhmad Tohari yang sarat dengan unsur psikologi-sosial, 2. Menandai unsur-unsur intrinsik yang memberi akses masuk analisis tentang psikologi tokoh, 3. Menandai dan merekam data yang menjadi titik tolak teori-teori psikologi yang diterapkan dalam cerpen tersebut. 4. Dari rekaman data poin 1 sampai 5 dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur psikologi dalam cerpen “Legenda Wongasu” karya Ahmat Tohari dan sikapnya yang tercermin dalam cerpen tersebut yang disajikan dalam bentuk hasil analisis data.

E. Analisis

Setiap karya sastra memiliki unsur intrinsic yang bersifat saling mempengaruhi dal stu, begitu juga dengan “1980”. Dalam “1980” unsur-unsur intrinsiknya adalah sebagai berikut

a. Tokoh, watak, dan penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku, atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan (Siswanto, 2008:143). Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan (Wellek, 1989:287). Dalam cerpen ini tokohnya adalah sebagai berikut:

1. Karyamin

Seorang lelaki yang berprofesi sebagai kuli pengangkut batu yang miskin dengan penghasilan yang minim dan banyak hutang. Karyamin digambarka sebagai seorang yang sabar dan tak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh konflik, hal tersebut terbukti saat ia merasa lapar ia tak mengeluh pada teman-temannya dan hanya tersenyum dalam menghadapi masalahnya. Namun terlepas dari semua itu, Karyamin juga memiliki sifat yang kasar sebagai seorang kuli, yang nampak pada saat ia berkata “bangsat” dan berniat membabat burung paruh udang yang melintasinya. Selain itu, Karyamin juga memiliki sifat pengecut, terbukti ketika sampai di depan rumahnya dan mengira da penagih hutang, ia hendak menghidar.

2. Sardji

Teman Karyamin yang juga berprofesi sebagai kuli pengangkut batu. Dalam hal nasib, Sardji sama dengan Karyamin, banyak hutang. Sardji merupakan orang yang banyak omong dan suka mencampuri urusan orang lain, terbukti ketika ia terus saja berkomentar tentang istri Karyamin dan berseloroh dalam bekerja. Sardi juga digambarkan sebagai seorang yang suka menghasut.

3. Saidah

Seorang perempuan penjual nasi pecel, teman Karyamin yang juga bekerja di area tambang batu sungai. Saidah merupakan sosok wanita yang sabar dan peduli akan nasib orang lain, hal itu terbukti ketika ia menawari makan Karyamin yang tengah kelaparan, walaupun sebenarnya Karyamin masih memiliki hutang padanya.

4. Pak Pamong

Seorang pejabat desa yang kurang memperhatikan kondisi masyarakatnya, tidak peka,mudah tersinggung dan berrtindak seenaknya dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut terbukti ketika ia menagih uang iuran pada Karyamin dengan menganggap Karyamin mempersulit dirinya, padahal Karyamin memang tidak memiliki uang, untuk dirinya sendiri saja tidak ada, apalagi untuk membayar uang iuran.

Ahmad Tohari tentu tidak asal dalam memilih sebuah nama untuk tokohnya berikut karakternya. Nama Karyamin adalah nama yang masih terkesan Jawa dan desa, yang bisa kita analogikan dengan “karya” orang yang selalu bekerja keras “makaryo” dan “min” bisa kita analogikan dalam “minim” atau berpendapatan minim, dengan itu dapat diartikan bahwa Karyamin adalah pribadi yang selalu bekerja keras meski dengan penghasilan minimum. Pemaparan lengkapnya akan diuraikan pada analisis menggunakan pendekatan psikologi di bawah.

b. Latar

Dalam cerpen ini latar alam merupankan hal yang sangat menonjol. Seperti cerpen-cerpennya yang lain Ahmad Tohari sangat kuat dalam menggambarkan latar alam. Lataralam di cerpen ini adalah sebuah kali yang masih asri dan masih dapait diambil batunya. Berikut kutipan latar alam cerpen “Seyum Karyamin”:

“Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh si paruh udang.punggugnya biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah sanga. Tiba-tiba burung itu menukik menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya mangsa diparuhnya burung itu melesat melintasi para pencari batu, naik menghindari rumpun gelagah dan lenyap dibalik gerumbul pandan.”

Penulis benar-benar dengan sangan sangat detail menggambarkan suasana alam yang ada didaerah tersebut. Baik dari kebiasaan burung si paruh udang yang lengkap dengan morfologi burung tersebut.

Pada khususnya latar cerpen ini dibagi menjadi dua yakni di daerah sekitar sungai yang merupakan tempat Karyamin mencari batu bersama teman-temannya. Yang kedua adalah di depan rumah Karyamin diatas lerengan, yaitu ketika Karyamin bertemu dengan Pak Pamong.

c. Alur

Dalam cerpen senyum karyamin ini, alur yang digunakan adalah alur maju. Dimulai dengan Karyamin yang tengah memindahkan batu dan terjatuh karena keseimbangan badannya yang tidak terjaga akibat merasa sangat lapar . Alur mulai menarik ketika Karyamin dan teman-temannya mulai menertawakan diri mereka masing-masing untuk menghibur diri mereka sendiri. Alur selanjutnya yaitu klimaks, ketika Karyamin sampai di depan rumahnya dan bertemu Pak Pamong yang meminta dana sumbangan, kemudian ditanggapi Karyamin dengan tertawa keras-keras lalu pingsan. Dalam cerpen ini tidak dimunculkan alur antiklimaks.

d. Gaya Bahasa

Dalam cerpen ini, pengarang menggunakan diksi dan istilah yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Penyampaian cerita dituliskan tanpa banyak basa basi, lugas dan langsung pada pokok persoalan. Dalam cerpen ini masih terdapat diksi yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu “mbeling” dan”kempong”. penggunaan diksi dari bahasa Jawa tersebut mungkin dipengaruhi oleh latar belakang pengarang yang tinggal di Jawa. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa juga untuk menunjukkan segi latar yang memang berada di daerah desa yang pada umumnya masyarakat kurang mendapatkan pendidikan.

Hal yang perlu dicatat dari gaya bahasa Ahmad Tohari dalam bercerita pada cerpen “Senyum Karyamin” ini terdapat kalimat yang diulang beberapa kali yaitu;

Mereka, para pengumpul batu itu, senang mencari hiburan dengan cara menertawakan diri mereka sendiri.

Kalimat tersebut diulang dengan maksud menegaskan pola perilaku orang desa yang akrab dan asosiatif secara bersama-sama menjalani kehidupan.

e. Tema

Cerpen Senyum Karyamin ini bertemakan mengenai kehidupan sosial masyarakat kalangan ekonomi kelas bawah yang hidup di daerah pinggiran. Dalam menjalani hidup mereka, kaum kuli harus bekerja keras demi mencukupi kebutuhan keluarga dan membayar hutang, yang kian hari kian menumpuk. Meski hidup mereka berat, mereka tidak menyerah dan tetap berusaha. Untuk menghibur diri, mereka hanya perlu menertawakan diri mereka sendiri, karena tidak ada lagi hal yang bisa mereka lakukan untuk menghibur diri tanpa uang, hanya senyuman yang mampu meredam segala perasaan pedih yang mereka rasakan.

Pendekatan selanjutnya untuk lenih mendalami potret manusia dalam cerpen “Senyum Karyamin” adalah menggunakan pendekatan psikologi dengan uraian sebagai berikut.

Tokoh Karyamin sebagai tokoh utama dalam Cerpen “Senyum Karyamin” digamabarkan sebagai orang desa yang miskin. Ia bekerja sebagai penambang batu di sungai. Penulis mengambarkan karakter Karyamin sebagai seseorang laki-laki yang pantang menyerah ia berusaha terus menerus walaupun ia jatuh sampai beberapa kali.berikut kutipannya:

“Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh,lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawaan kawan-kawannya.”

Dari kutipan diatas dapat kita lihat bahwa Karyamin adala pribadi yang berhati dan pantang menyerah untuk mengankat batu ke atas walaupun ia sudah jatuh dua kali pada pagi itu. Terlebih lagi ia menjadi bahan tertawaan teman-temannya.

Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh, lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu‑batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawa­an kawan‑kawannya.

Kali ini Karyamin merayap lebih hati‑hati. Meski dengan lutut yang sudah bergetar, jemari kaki dicengkeramkannya ke tanah. Segala perhatian dipusatkan pada pengendalian keseimbangan sehingga wajahnya kelihatan tegang. Semen­tara itu, air terus mengucur dari celana dan tubuhnya yang basah. Dan karena pundaknya ditekan oleh beban yang sangat berat maka nadi di lehernya muncul menyembul kulit.

Karyamin adalah orang miskin dengan penghasilan yang minim, banyak hutang dan bodoh. Yang sudah ditipu tengkulak yang membawa batunya. Penulis melukiskan Karyamin sebagai orang desa yang identik dengan kebodohan, kemiskinan dan bersahaja. Penulis menggambarkan kemiskinan tersebut dengan Karyamin yang terbelit oleh banyak utang.

Maka Karyamin sungguh‑sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkan istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari ini, hari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya.

Selain itu Karyamin juga digambarkan sebagai seorang yang sabar dan tak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh konflik, hal tersebut terbukti saat ia merasa lapar ia tak mengeluh pada teman-temannya dan hanya tersenyum dalam menghadapi masalahnya. Namun terlepas dari semua itu, Karyamin juga memiliki sifat yang kasar sebagai seorang kuli, yang nampak pada saat ia berkata “bangsat” dan berniat membabat burung paruh udang yang melintasinya. Selain itu, Karyamin juga memiliki sifat pengecut, terbukti ketika sampai di depan rumahnya dan mengira da penagih hutang, ia hendak menghidar.

Maka Karyamin sungguh‑sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkan istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Masih dengan seribu kunang‑kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa perlunya dia pulang. Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong istrinya yang sedang menghadapi dua penagih bank harian. Maka pelan‑pelan Karyamin membalikkan badan, siap kembali turun.

Karna kemiskinan Karyamin yang demikian itu bahkan ia tidak mampu untuk mengisiperutnya sendiri. Berikut kutipannya:

“Jadi kamu sungguh tak mau makan, Min?” Tanya Saidah melihat Karyamin bangkit.
“Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang –utangku dan kawan kawan.”


Kutipan diatas juga menggambarkan pola kehidupan masyarakat desa yang bersifat saling membantu seperti halnya karakter Saidah yang mengutangkan dagangannya kepada Karyamin dan teman-temannya. Rasa solidaritas tersebut dimunculkan pengarang sebagai kekhasan budaya masyarakat desa dimana saling gotong-royong dan tepo sliro.

Karakter tidak mau merepotkan orang lain ditambahkan penulis sebagai sifat Karyamin. Sebagai mana orang desa yang tahu diri. Karyamin adalah orang yang sabar ia mengahadapi cobaan hanya dengan tersenyum. Karena ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dengan kesulitan yang ia alami. Penulis menggambarkan senyuman Karyamin sebagai suatu kemenangan atas segala kesuliatan yang menimpa Karyamin. Karyamin juga sangat mencintai istrinya dan ia tidak mau membuat istrinya bersedih atas apa yang menimpanya. Ia tidak mau menambah penderitaan yang sedang dialami istrinya.

Yang kini sudah jarang ditemui di kota. Penulis juga menggambarkan pedesaan sebagai dunia yang jujur dan masih erat sekali rasa saling menolong. Selain itu penulis benar-benar dengan jelas mengetahui bagai mana cara mengangkat batu. Dari tempat yang miring.hal itu menambah kesan benar-benar seperti nyata.

Terlepas dari itu pengarang juga menghadirkan sisi keburuka dari seorang tokoh yaitu Pak Pamong yang dengan seenaknya menagih iuran sumbangan untuk Afrika kepada Karyamin yang dianggap mempersulit dirinya tanpa melihat bahwa sebenarnya Karyaminlah yang perlu mendapat sumbangan untuk menyambung hidupnya. Pribadi tersebut dirasa tidak seimbang antara id, superego, dan ego. Demikian halnya dengan pikiran teman-teman Karyamin yang suka menertawakan orang lain, meski hal itu dianggap sebagai rasa kesetiakawanan dalam hal mencairkan suasana. Tokoh Sardi juga digambarkan sebagai tokoh penghasut seperti pada kutipan.

'Memang bahaya meninggalkan istrimu seorang diri di rumah. Min, kamu ingat anak‑anak muda petugas bank harian itu? Jangan kira mereka hanya datang setiap hari buat menagih setoran kepada istrimu. Jangan percaya kepada anak‑anak muda penjual duit itu. Pulanglah. Istrimu kini pasti sedang digodanya."

Agaknya, judul itu sendiri dapat menyuratkan makna yang ingin diangkat dalam cerpen-cerpen di dalamnya. Senyum—untuk kepahitan hidup yang sering mendera Karyamin (wakil dari orang-orang desa yang miskin, yang pinggiran, dan juga yang tersingkir dari masyarakat desa) tanpa mengetahui jalan keluar darinya, dari kepahitan itu. Senyum sebagai lambang dari usaha menerima nasib, bahkan menertawainya, karena apa boleh buat. Dalam kenyataanya sebagai manusia sosial, “senyum” itu akan selalu ada.

F. Kesimpulan

Berdasarkan sejumlah analisis data dari cerpen “Senyum Karyamin” di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

· Cerpen Senyum Karyamin ini memiliki makna bahwa, walaupun masyarakat golongan kuli tidak memiliki pendidikan, mereka masih memiliki moral dan nilai sosial dalam menjalani hidupnya. Mereka hidup pantang menyerah dan terus berusaha, walaupun mereka tahu bahwa dengan berusaha sekuat apapun kehidupan mereka akan tatap saja keadaannya. Mereka juga setia kawan dan masih mau peduli dengan nasib orang lain, walaupun hidup mereka sendiri masih kekurangan. Mereka seringkali menertawakan teman, namun itulah cara mereka dalam menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap teman. Hidup saling mengasihi dan berusaha membantu sesama merupakan kunci mereka untuk tetap bertahan dan berusaha dalm menjalani hidup yang kian hari kian terasa sulit, dan dengan sebuah senyuman mereka akan menghadapi semua persoalan hidup.

· Analisis cerpen karya “Senyum Karyamin” dilakukan dari segi struktural dengan menitik beratkan pada psikologis berakitan dengan kehidupan psikologi tokoh yang meliputi unsure instrinsik khusunya perwatakan yang membangun cerita dan bermuatan kehidupan sosial, Ketiga hal diatas saling berkaitan dan saling mempengaruhi cerpen “Senyum Karyamin”. Analisis ini di mulai dari intrinsik yang kemudian mengerucut mengarah ke Psikologis tokoh sehingga dapat dilihat potret manusia dalam cerpen tersebut.

G. Daftar Rujukan

1. Noor, R. dkk. 2004. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegero.

2. Suwignyo. 2008. Kritik Sastra Indonesia Modern- Pengantar Pemahaman Toeri dan Penerapannya. Malang: A3.

3. Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.

4. Wellek, R. dan Austin, W. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

(Terjemahan Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.

5. Http:/Wikipedia-Ahmad-Tohari.html, di akses tanggal 2 Nopember 2010, 14: 15 WIB.

6. Http:/Mengenal-apresiasi-prosa-fiksi.html, di akses tanggal 2 Nopember 2010, 14: 20 WIB.

Mengurai Larut


Bulan telah keliwat ke barat,

Angin mulai beralih lirih

Tapi aku tetap tersesat disini

Melulur diriku sendiri yang terbawa di mimpimu

Kulantunkan nada-nada sesukaku

Mengerca simponi yang kau pancarkan

Kugerakkan kembali laju asmara

Melumpuhkan denyut-denyut kekosongan

Kukerjakan apa yang tak boleh kulakukan

Kucoba apa yang membuatmu benci

Kuminum sedikit kopi pahitku

Kusulut puntung disela jariku

Perih di perutku berhasil menarikmu ke sini

Asap-asap menebar dan mengembalikan sosokmu

Bukan apa, ini hanya sekedar penyakit malam

Dimana sepi dalam larut selalu mengusikku

Dengan dingin dan kerinduan.

Blitar, 28 Agustus ‘10

01:23 WIB

Prahara


Getas hati remuk redam

Reinkarnasi kebodohan masa silam

Prasangka-prasangka biak mencekam

Mata tersungkur jurang kecurigaan

Mits de Eps

September ‘09

Friday, October 1, 2010

di Helai Rambutmu

ketika senja menegaskan serpihan cahaya di helai rambutmu.
aku melihat semua. bahkan gelombang perasaan.

Friday, August 27, 2010

siang melipat malam

Senja

segaris sinar menerkaku
membuat sebuah bayangn tanpa ku kenal
dedaunan ditarikan angin binal
dan gembala memulai suluk

kau masih saja berdiri disitu
di keremangan dan sela yang kau buat sendiri
lihat, kanfas telah menguning
ada ruang yang perlu diisi

Thursday, July 1, 2010

Garis Harapan

Pada tanah yang belum dikenalnya ia taruh mimpinya
Terlebih lagi hidupnya yang bercampur
kumuh, tengik, lusuh, dan panas menyengit
Gedung-gedung kota yang gagah kadang meludah,
memberi celah buatnya untuk tetap menengadah,
dalam garis harap yang sayu, serta tangis redup.

Makan apa saya besok?
kalengnya tak lagi berlogam.
sedang mereka yang berdasi, dan mencekik.
buat apa uang ini besok?
tak habis-habis juga. . . .

Tuesday, April 20, 2010

ngelmu jawa

Ngelongana jiwa remana maha, ngimbuhana banyu karahayon


"Hindarilah jiwa angkara murka, tambahilah air keselamatan. Manusia hidup didunia sudah seharusnya menghindari sifat angkara murka dan memperbanyak jalan menuju keselamatan dan kehormatan. Itu semua dilakukan guna mendapatkan kemuliaan dan keselamatan hidup."(tonymulyono)