Monday, February 18, 2013

Jual Sandal Gunung Everest Kualitas Hebat harga Bersahabat

SandaL EverEst, buat penggemar olahraga alam atau yang seneng travelling, atau suka dengan penampilan bersandal gunung, silahkan pesan segera sandal keren ini (Everest) dengan kualitas yang keren dan harga keren murahnya. informasi lebih lanjut bisa sms ke ane di 083834034228 atau pengguna BB PIN di 2303E4B2. khusus wilayah kota Malang, Free Ongkir. kurang Gimana? pesan segera... harga mulai dari Rp 40.000-50.000 sepasang, *Ketentuan berlaku sesuai tipe dan jumlah pesananan...:D


Thursday, August 18, 2011

Goresan Ramadhan

Sebaris cahaya menghantamku, membuat serpihan hingga tembus mengikis perasaan, adakah sepenggal ingatan tentang Dia, yang membekas pada lima untaian waktu.

Pada sebuah sajadah biar dalam hati lusuh, membasuh muka dunia dalam gemerisik air suci. tak seberapa lama menjenguk keagungan dunia pada sebuah wajah dan lantunan Doa, pada sebuah tangisan yang menegas aroma malam.

pada sebuah pengakuan dari yang Haq, menjadi cahaya yang menyelimut hati.

Agustus, 18 '11

Saturday, August 13, 2011

Puisi Terpilih dalam Parade Puisi di Griya Sastra HMJ Sasindo UM '11

Melihat Dunia dari Bukit Tuli

Langit senantiasa mendikte peraturan
Anak anjing hanya mampu mengais cerita
Narasi gong-gongannya terjadi begitu saja
Apa daya ada rekayasa tak terbaca
Tong pergolakan ideology berdemo
di jajaran pagar gedung nusantara
memproduksi interpretasi bibit bangsa
Politik—revolusi—kemenangan
Harus jadi alur baru setiap sudut sinema
Cerita lain….
Di kota dari bagian ini
Cina-cina sipit bersepeda
Membopong sarung dan sandal dagangan
Menuju masjid
Hanya untuk “Ironi Sarkas”
Dari bukit berbeda lain
Aku Penguasa Merubah Kalian
Dalam Kesejahteraan Palsu
dan Kebijaksanaan kosong
Akulah Presiden….

Firdausya Lana







Tanpa Judul

Masyarakat tak nyaman akan semua
Aktif demo dimana saja
Indonesia tanah penuh dengan kebimbangan
Pergolakan hasrat yang tinggi
Kehidupan yang menyesatkan hati
Cat hitam pada lembaran cinta
Timba penuh dosa kecil
Putih pahala yang tak terlihat
Lari menuju kemaksiatan
Buku-buku dosa yang berserakan
Berjalan di atas lumpur dosa
Jendela pada tembok menara hati
Mulut dan jari yang tak sesuai
Melampaui dosa sampai genteng keimanan

Erni Retnosari







Nyanyian Alam

Mulai membuka dan menatap pagi ini di pinggir jendela
Melihat matahari yang mulai berjinjit naik
Namun angin masih merangkak menyentuh tubuh
Dingin bagai memeluk sukmaku
Berjalan di atas tanah yang membeku
Namun kutatap pohon-pohon malu
begitupun ranting-ranting mulai tersipu
Kala embun pagi mulai merayu
Kumpulan katak memimpin orkestra
Diiringi debur ombak yang bernyanyi
Hati ini riang, pantaipun tertawa
Sungguh syahdu nyanyian alam pagi ini
Fany Chusnia









Sesalku

Ketika mata ini tak lagi terjaga
Aku mulai bergegas membuka jendela
Jendela hati yang penuh teka-teki
Jendela hati yang penuh ilusi
Ilusi akan bayangan semu
Ilusi akan bayangan sang ibu
Sang ibu yang selalu kurindu
Kadang aku memang kesal
Kesal dengan diriku
Yang membuat ibu mendekati ajal
Ku coba tepiskan rasa rindu ini
Ku coba hancurkan rasa sesal ini
Rasa sesal yang menyelimuti batinku
Terhadap diriku yang membisu
Aku amat sayang ibu
Tapi ibu tak mengenalku
Ibu telah gugur
Ibu telah hancur
Demi menghantarku ke negeri hijau
Menghirup atmosfer di khatulistiwa
Melihat indahnya cakrawala
Dengan menengok indahnya dunia

Miftakhul Jannah









Pengangkuan Menggugat

Kini pengakuan itu kugendong
Pada meja malam menjerit
Tak hanya gelisah tiap
Tapak daun telinga
Ya… yah… jerit kebisuan
Membawa pusaran air mata
Pengakuan dari wajah tergantung
Hanya karena bola kebingungan, Pengakuan….
Tak mendapat batas ramalan
Seperti pujangga menggugat
Tingkah insane berbunga… berbunga…
Molet…
Yang menggauli asmara, Pengakuan…
Dengan gairah mendaki

Aik Vela Pratisca









Taukah kau?

Aku disini menanti-Mu
Faedah cinta yang Kau beri
Inikah Mahabbah-Mu yang slama ini Kau beri untuk Hamba-Mu yang lalai?
Ku akan jaga slalu cinta-Mu Ya ALLAH

Wahai Ibu
Kau ayu
Daku rindu padamu
Kau lentera Hidupku
Aku baru tahu cintamu setebal kayu
Aku baru sadar cintamu sehalus bulu
Aku baru mengerti cintamu sekeras batu
Aku mencintaimu Ibu…

Taufiqur Rohman










Semalam

Semalam aku berdiri
Iringan gendang yang tak bertalu memainkan setanku
Lalu aku terjatuh di atas lumpur
Kuangkat hingga menyentuh langit hitam kelam
Andaikan engkau kiranya menemaniku, aku takkan begini
Opera Sabun I
Pimpinan Indonesia hanya terbang lewat awan dan langit
Pemuda pimpinannya berjalan-jalan menyeret kami, pemuda penjahit
merah putih
Sepeda ontel ksami dilindas oleh mobil haram mereka
Rebanapun turut menyenyikan tembang duka kami
Kami, pemuda mahasiswa akan terus berdiri di antara revolusi
dan opera sabun pemerintah
Opera Sabun II
Gurita telah meninggal dengan kaki bersila
Bokong menungging menghadap cicak dan tikus
Mereka mengamplas bokong gurita dengan pancasila
Semut-semut pun berlarian ke Sabang—Merauke
Namun sial takkan pernah kemana
Udara pengap menjadi nafas kehidupan
Cicak dan tikus lakon dari opera sabun
Indonesia 1945 hingga tak terhingga

Silka Y.D










Menara Hipokrisi

Menara hipokrisi menjulang tinggi
Mulut-mulut rombeng politisi
Teriakkan gertakan-gertakan politisasi
Masa depan suram
Buram!
Suara bising
Tajam, rusuh!
RICUH!
Keringat meluber, tumpah
Menetes tertarik angin

Ciuman Kematian
Lewat celah-celah angin
Kau guratkan ciuman kematian
Panah membusur api
Menggilas nestapa yang tak terperi
Semangkuk ketegaran tak cukup untuk
menelan sebongkah kebiadaban
Hanya tinggal sepotong kejujuran yang
lumat tergilas masa

Ani Aulia Safitri










Republik Buatan

Terjebak pada ideologi
Misteri interpretasi yang diproduksi
Membuat teriakan nenek tua berbaju putih
Menumpahkan cat di atas topi dan sarung bangsa cina
Music berlari menembus awan
Komunis aktif dalam tawanan
Tak akan mendapat dukungan
Di republik ku, republik buatan

…………….
Air menari diiringi alunan melodi sunyi
Mata bergulat memanjat dari tanah gelap
Tangan gergaji memotong hati
Awan mengalir seperti para merpati
Telinga berbisik memukul jemari
Batu temaram memendam tangis
Matahari muram terhina kekuasaan
Tangan menggugat, hai engkau yang jahat

Rina Septi Maharani









Masih

Kuambil benih gigih
Meski aku tertatih lirih
Rasa pedih perih
Tak menghentikanku tuk berhenti berlatih
Dan semangatku pun masih
Indonesia terjebak dalam ideologi komunis
Mahasiswa bekerjasama untuk menentukan masa depan
Rebana revolusi terus berteriak di atas menara bambu putih
Rasa kasih yang gugur di atas roda
Benih gigih tumbuh dalam raga
Genderang revolusi terus membahana
Angin perjuangan terus memberontak
Derap waktu terus berpacu
Namun, langkah kaki terhenti dalam duka


Nunung









Serpihan Rindu

Angin binal tanpa terasa menelusuri wajahku
Menekan sejuta aroma aurtaku entah kemana
Aku hanya mampu menegaskan rautmu dari sini
Hanya nafas kita mungkin yang berpapasan di luar sana
Dan di ujung dinding ini, otakku dipasung senja
Naluri dan jiwaku terkoyak meronta
Jiwa ini lelah, rinduku merintih lirih
Kapan lagi kita akan dipertemukan waktu?


Mitra Setiawan






Suara dari Balik Awan

Ketika mentari berikan sinar di pagi
Terdengar suara dibalik awan
Angin pun memberi syarat menusuk hati
Ketika sang garuda dengan kokoh
Menengok ke kanan
Namun suara itu mulai menghilang
Ketika kita terpedaya dengan nikmatnya
Tipuan budaya barat
Semakin terpuruk dalam langkah kata
Maka semakin hilang jati diriku
Dimanakah rasa malumu
Dimanakah rasa kesadaranmu
Dimanakah rasa keinginanmu
Untuk kembalikan sang garudamu
Majulah kawan,
Berdirilah di depan
Untuk bangun ibu pertiwimu

Moh. Faizal Baun









Pengecut

Pemikiran tolol terpampang di pamflet jalanan
Aku melihat dalam taksi,
bus kota,
truk – truk pengangkut rongsokan dan
di mulut mereka.
Miris, aku mendengar ideology berjajar
Pada sandal dan sepatu lusuh
Apek, bau jas-jas rongsokan
katanya
“ Untuk penguasa “
Berkoar-koar dalam mimbar
terka
“otaknya kena lepra” *


Catatan: *”otaknya kena lepra” di ambil dalam novel Olenka karya Budi Darma



Surat Buat Emak

Mak, aku tulis surat ini ketika dagingmu terbuang
Sabar mak, aku lagi cari celah-celah cabul
memilah mana daging emak dan bapak
“mak, dagingmu tinggal sejumput”
Kau bilang maki
Mak, aku tak lagi punya
Kau bilang bukan mak
mak, mak, mak
kau lempar arang menggerang
Dan aku mencicit mancit
mak, mak, mak
Doa ku
Mak masuk surga

Icha Lusyta









Pemuda tak Berarah

Adakah waktu sejenak
Gunakan sedetik untuk mengingat
Ego bertatah bak Raja kuasai diri
Lupa akan kewajiban yang hakiki
Permainan hati dan jati diri
Membuat air got dalam ember hitam
Berguncang diiringi rebana sang pengantin
Sarung dan tingginya menara masjid
Tak mampu menggugah hitamnya sandal usang untuk beranjak
Diri dipermainkan akan kebahagiaan
Membuat hidup terasa indah dalam sempitnya ujung gang
Seng rombeng dan lusuhnya kabel listrik jadi penghias
Pemuda dengan sepeda ontel tua menuju tingginya singgasana petang
Berlari
Lalu mati
Tarian-tarian api Sang bidadari
Jembatan sempit merentang duri
Gerbang sari bumi
Gagah menanti dan menghantui diri
Lolongan merahnya lembar-lembar kertas
Hujan buaian malam
Rintihan bulan sabit petang
Rayuan sampah-sampah jalanan
Merdunya celoteh gendering perang
Menyanyikan lagu-lagu jahanam
Menjadi tabir penghalang
Teriakan-teriakan lantang
Mengundang 5 titik bintang
Pemuda dengan sepeda ontel tua
Kini berbelok pada ayat-ayat sesat
Sang Dajjal

Agelgara Kusumo Putro








Memerangkan Impian


Perang dingin dengan pikiran
Melahirkan banyak pertanyaan
Unsur masa depan pun tumbuh menguasai angan
Pergolakan yang samar
Menyatu dengan ambisi terdepan
Hanya sebuah keinginan yang tajam
Lembut cita-cita kulukis lugu dilangit
Tumpah rasaku ketika berlari cepat
Putih, rancak, ramai
Irama-irama menyatu di kalbu
Jatuh bukuku
Hitam dan biru asaku
Impianku membentang di atas buku-buku langit ketuju!

Yuni Kuswidarti








Logika Dari Lensa Mata

Kau mengahakimi semua
Ingin yang terbaik dari rajamu
Ini bukan salah bapak
Ini salah manusia dunia kecil
Jika ingin layak
Mengapa kau tak pilih yang benar?

Apa mungkin ada senyum setan yang mengajakmu salah??
Ini bukan kecaman bagi manusia dalam dunia kecil
Hanya sebuah logika yang ditangkap dari lensa mata

Manusia dunia kecil yang masih selalu mengeluh…
Masih selalu meminta…
Bahkan tak segan tuk memerintah
Jika kau hebat lakukan semua sendiri
Tak perlu habiskan suara…
Tak perlu bikin huru hara


Putri Raflesia






Ibu

Seorang peri bermahkota kerudung senja
Mengepakkan sayap putih tiada tara
Seperti itulah wajahmu di mataku, ibu
Prisma-prisma tinggal dalam peraduanmu

Ketika badai melambai serupa petir berderai
Maupunjika pelangi mendaki lapisan langit
Disini, ibu tetap berdiri buatku
Menyusun langkah arah dalam kalbu

Ibu adalah seorang dewi dengan jiwa raga suci
Bahkan, Tuhan pernah berkata
Di telapak kakimu terbentang surge
Doamu yang lancer mengalir, dekat pada-Nya

Suatu saat,
Andai aku mampu melaju penuh anganku
Dan kelak aku berdiri di tingkat citaku
Atau ku dapat segala jawab harap
Ku tahu, ibulah yang menopangku
Membangun jembatan-jembatan kecil,
Di atas jalan-jalan berbatu dan kerikil

Walau sentuhan ibu sunyi dalam sukma
Serta jiwa hampa dalam indra
Namun, di sini ada kalbu yang berkata-kata
“ibu selalu ada untukku”

Ef Tria










Ku Terka dia

Di tengah kerumunan ia berteriak
Di terik matahari ia berseru
Menyerukan segala
Tanpa henti
Berseru dari hati yang bergejolak
Meminta serangkai keadilan

Satu berhenti lain menyambut
Lain berhenti lain bertaut
Lainnya berhenti lain-lain berseru

Kalbu yang bersembunyi di balik jantung
Mengguntur menyerukan tiada putus
hingga Tuan menyadari,
“Kamilah hambamu yang tertindas keserakahanmu”
Dwi Putri Pertiwi









Tangan Putih

tangan-tangan putih meraihku
jari-jari mungil mendekap ketakutanku
ingin berontak tapi hati terkapar
ingin menghindar genggaman terikat
gamang menatap cahayanya kemilau
tangannya lentik nan halus
seakan bidadari membelai mesra
namun nyata membangunkanku tiba-tiba
mengaburkan lautan dan daratan
yang ku pijak di alam terbuka
memaksaku kembali menatap tangan putih
dalam gelapnya temaram surya
dalam suramnya terang rembulan
dalam jendela keabadian rupa

Dwi Sriwahyuni







Tawa

Tawa manis anak ingusan itu membuatku menangis
Di kala akupun bahkan tak sanggup tertawa
Anak ingusan itu bahkan lebih gelak lagi
Tertawa tertawa tertawa dan terus tertawa
Tidakkah dia tahu bangsanya
Tidakkah bisa dia lihat kehancuran negerinya
Hanya sibuk tetawa sendiri
Bahkan ketika tawanya hilang
Hanya sibuk mencari tawanya sendiri
Bahkan ketika aku terjatuh
Hanya menertawakan dan mengacuhkan
Dan melanjutkan tertawanya
Aku pikir saat ini tertawa telah menjadi harga mahal
Tetapi bahkan anak ingusan itu
Masih bisa tertawa
Berapa banyak harta yang ia miliki
Sehingga bisa membeli sebuah tawa

Syari Khoirur Rohman

Friday, December 24, 2010

Senyap Diriku

Kabut malam semakin tak bisa dimengerti

Ada banyak sisi yang tak dapat tereja maknanya

Dan setiap gerak selalu membawa konsekuensi

Kadang pikiran luput dari sekedar tau diri

Luka telah terbuat begitu saja

Dengan tangan-tangan kenikmatan

Kerling membuka senyum senja

Bisa saja esok jadi tetesan

Malam begitu panjang tapi sempit

Aku menoleh kesana kemari tapi

Tak ku jumpai rautku

Lalu siapa itu?

Dia terus mendekat, memcermati

Menjabat tanganku, mengerdipkan mataku

Memasung otakku, menguasai sosokku

Ya Rahman. Ya Rahim

Dimana aku bersembunyi. .

Wednesday, December 15, 2010

POTRET MANUSIA DALAM CERPEN “SENYUM KARYAMIN”

POTRET MANUSIA DALAM CERPEN “SENYUM KARYAMIN”

KARYA AHMAD TOHARI

(Apresiasi Prosa dengan Pendekatan Psikologis)

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah Apresiasi Prosa yang dibimbing

Oleh Bpk. Wahyudi Siswanto, Dr. M.Pd

Universitas Negeri Malang

Oleh:

Mitra Setiawan 109211416246

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS SASTRA

PRODI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

NOVEMBER, 2010

Apresiasi Prosa Fiksi Cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari

A. Latar Belakang

Realitas sosial yang terkadang unik, khas, bahkan penuh konflik dalam masyarakat kita pada umumnya menarik untuk diangkat dalam proses kreatif khususnya ke dalam bentuk cerpen. Cerpen sendiri merupakan hasil imajinasi pengarang—baik dari pengalamannya atau dari tanggapannya terhadap realitas sosial—yang dirangkai dalam sebuah cerita dimana terdapat tokoh, latar, perwatakan, dan alur.

Sehubungan dengan hal tersebut cerpen karya Ahmad Tohari “Senyum Karyamin” adalah cerpen yang tidak bisa kita pandang sebelah mata begitu saja. Sepintas kita lihat dari judul memang terkesan biasa, tetapi dalam cerpen ini terdapat nilai-nilai dalam diri manusia yang digambarkan dalam sosok tokoh Karyamin, berikut tokoh-tokoh yang lain. Gambaran tersebut dapat kita lihat lebih dalam dengan melakukan kajian analisisi.

Pemahaman dalam mengapresi cerpen “Senyum Karyamin” tidak bisa dilepaskan dari proses membaca, memahami unsur-unsur didalamnya untuk ditarik kesimpulan tentang potret manusia. Pemahaman yang tepat dengan analisis yang tepat akan membawa pembaca memahami maksud atau pesan pengarang didalam cerpennya.

“Senyum Karyamin” adalah cerpen yang dengan bahasa sederhana dapat menggambarkan perilaku manusia, khususnya orang miskin di desa sebagai individu yang sabar, tidak mudah menyerah, dan bertanggung jawab. Kata “senyum” menjadi kata kunci bahwa dalam kondisi apapun hal itulah yang dapat menentramkan hati Karyamin. Potret manusia yang tergambar dalam cerpen ini akan mudah dianalisis dengan pendekatan psikologis sebagai analisisis interdisipliner yang memadukan dua bidang keilmuan antara sastra dan psikologi. Namun anilisis dengan pendekatan ini akan terasa jauh dan samar jika kita tidak menggunakan pendekatan structural sebagai pintu utamanya yang kemudian akan mengerucut ke dalam pendekatan yang lebih spesifik, pendekatan psikologis.

B. Tujuan

Tujuan dari apresiasi ini antara lain adalah agar pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih jelas dan mendasar tentang cerpen “Senyum Karyamin” khususnya dikaitkan dalam fungsi karya sastra apakah sebagai hiburan, informasi, pesan moral, hakikat kemanusiaan, pengalaman spiritual, dan kesan tersendiri bagi pembaca. Dengan adanya hal tersebut diharapkan pembaca akan memberi apresiasi yang baik terhadap perkembangan dunia sastra di Indonesia. Penelaahan tentang potret manusia dalam cerpen ini diharapkan akan menjadi sarana interpretatif bagi pembaca untuk memahami sisi-sisi manusia baik dari segi yang baik ataupun sebaliknya.

C. Landasan Teori

Analisis struktural merupakan sebuah kajian apresiasi yang melihat karya sastra, dalam hal ini cerpen, tidak hanya dari satu sisi saja melainkan secara keseluruhan. Pendekatan strukturalisme ini melihat unsur-unsur karya sastra sebagai satu kesatuan yang membangun sebuah cerita. Pendekatan ini mengapresiasi unsur-unsur intrinsik suatu karya sastra meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, latar, amanat, sudut pandang, gaya bahasa, dan teknik bercerita. Jika dianalogikan mengapresiasi sebuah karya sastra sebagai rumah maka pendekatan strukturalisme adalah gerbang untuk masuk ke dalamnya. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan dengan cermat, teliti, detail, dan mendalam keterkaitan semua unsur yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988:135; Pradopo, 1993:120 dalam Suwignyo, 2008: 101).

Pendekatan struktural tersebut akan menjadi pintu utama dalam analisis yang lebih spesifik yaitu pendekatan psikologis. Penelaahan unsur-unsur intrinsik secara jelas akan memudahkan kita menganalisis cerpen “Senyum Karyamin” dengan pendekatan psikologis, sehingga secara kausalitas dapat ditarik kesimpulan tentang potret manusia dalam cerpen tersebut.

Pendekatan psikologis terhadap karya sastra merupakan analisis interdisipliner. Analisis psikologis memadukan dua bidang keilmuan yang memiliki disiplin yang berbeda, yakni disiplin sastra dan disiplin psikologi (Suwignyo. 2008:135). Analisis strukutural akan membawa kita menguraikan tokoh berikut karakternya, latar atau settingnya, interaksinya dengan tokoh lain, lingkungan, ataupun Tuhan, dipadukan dengan analisis psikologi yang meliputi kaidah dan teori psikologi, maka karakter setiap tokoh dapat dianalisis secara prinsip psikologi sebagai potret atau gambaran diri manusia.

Terdapat empat model analisis psikologi karya sastra. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca, psikologi pembaca (Wellek dan Warren. 1989: 90). Model yang dipakai untuk apresiasi cerpen “Senyum Karyamin” ini adalah model yang kesatu dan ketiga.

Wellek tampak lebih memberi kemungkinan telaah yang lebih luas wilayahnya. Menurut keduanya telaah sosiologis terhadap karya sastra dapat berupa:

a. Sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang sebagai pencipta sastra;

b. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi, yang menjadi pokok kajiannya ialah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya;

c. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra (Suwignyo, 2008: 38).

Teori kepribadian dapat dimanfaatkan sebagai sarana penjelas analisis psikologi ini seperti yang diungkapkan oleh Sigmund Freud yaitu “an structural model” yang terdiri dari id, ego, dan superego. Id adalah dorongan yang paling purba yang belum dibentuk dan di pengaruhi kebudayaan. Id adalah dorongan hewani atau perangsang biologis, keinginan, kebutuhan, atau dorongan fisiologis lainnya untuk bertindak (Cuzzort dalam Suwignyo. 2008;138). Sedang superego adalah aspek moral manusia, kebaikan dan norma-norma. Ditengah-tengah konflik antara id dan superego muncullah unsur ketiga, yaitu ego. Ego adalah bagian dari diri manusia yang langsung mengalami realitas dan memanunggalkan tuntutan superego dan id yang saling berlawanan. Ego berfungsi menjaga kedua hala tersebut yaitu keseimbangan antara id dan superego.

D. Metode Analisis

Analisis ini tergolong analisis objektif dengan menitik beratkan terhadap tokoh dan perwatakanya dalam karya sastra yang dilihat secara prinsip-prinsip dan teori psikologi.

Data ini diperoleh dengan prosedur: 1. Memilih cerpen “Senyum Karyamin” karyaAhmad Tohari yang sarat dengan unsur psikologi-sosial, 2. Menandai unsur-unsur intrinsik yang memberi akses masuk analisis tentang psikologi tokoh, 3. Menandai dan merekam data yang menjadi titik tolak teori-teori psikologi yang diterapkan dalam cerpen tersebut. 4. Dari rekaman data poin 1 sampai 5 dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur psikologi dalam cerpen “Legenda Wongasu” karya Ahmat Tohari dan sikapnya yang tercermin dalam cerpen tersebut yang disajikan dalam bentuk hasil analisis data.

E. Analisis

Setiap karya sastra memiliki unsur intrinsic yang bersifat saling mempengaruhi dal stu, begitu juga dengan “1980”. Dalam “1980” unsur-unsur intrinsiknya adalah sebagai berikut

a. Tokoh, watak, dan penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku, atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan (Siswanto, 2008:143). Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan (Wellek, 1989:287). Dalam cerpen ini tokohnya adalah sebagai berikut:

1. Karyamin

Seorang lelaki yang berprofesi sebagai kuli pengangkut batu yang miskin dengan penghasilan yang minim dan banyak hutang. Karyamin digambarka sebagai seorang yang sabar dan tak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh konflik, hal tersebut terbukti saat ia merasa lapar ia tak mengeluh pada teman-temannya dan hanya tersenyum dalam menghadapi masalahnya. Namun terlepas dari semua itu, Karyamin juga memiliki sifat yang kasar sebagai seorang kuli, yang nampak pada saat ia berkata “bangsat” dan berniat membabat burung paruh udang yang melintasinya. Selain itu, Karyamin juga memiliki sifat pengecut, terbukti ketika sampai di depan rumahnya dan mengira da penagih hutang, ia hendak menghidar.

2. Sardji

Teman Karyamin yang juga berprofesi sebagai kuli pengangkut batu. Dalam hal nasib, Sardji sama dengan Karyamin, banyak hutang. Sardji merupakan orang yang banyak omong dan suka mencampuri urusan orang lain, terbukti ketika ia terus saja berkomentar tentang istri Karyamin dan berseloroh dalam bekerja. Sardi juga digambarkan sebagai seorang yang suka menghasut.

3. Saidah

Seorang perempuan penjual nasi pecel, teman Karyamin yang juga bekerja di area tambang batu sungai. Saidah merupakan sosok wanita yang sabar dan peduli akan nasib orang lain, hal itu terbukti ketika ia menawari makan Karyamin yang tengah kelaparan, walaupun sebenarnya Karyamin masih memiliki hutang padanya.

4. Pak Pamong

Seorang pejabat desa yang kurang memperhatikan kondisi masyarakatnya, tidak peka,mudah tersinggung dan berrtindak seenaknya dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut terbukti ketika ia menagih uang iuran pada Karyamin dengan menganggap Karyamin mempersulit dirinya, padahal Karyamin memang tidak memiliki uang, untuk dirinya sendiri saja tidak ada, apalagi untuk membayar uang iuran.

Ahmad Tohari tentu tidak asal dalam memilih sebuah nama untuk tokohnya berikut karakternya. Nama Karyamin adalah nama yang masih terkesan Jawa dan desa, yang bisa kita analogikan dengan “karya” orang yang selalu bekerja keras “makaryo” dan “min” bisa kita analogikan dalam “minim” atau berpendapatan minim, dengan itu dapat diartikan bahwa Karyamin adalah pribadi yang selalu bekerja keras meski dengan penghasilan minimum. Pemaparan lengkapnya akan diuraikan pada analisis menggunakan pendekatan psikologi di bawah.

b. Latar

Dalam cerpen ini latar alam merupankan hal yang sangat menonjol. Seperti cerpen-cerpennya yang lain Ahmad Tohari sangat kuat dalam menggambarkan latar alam. Lataralam di cerpen ini adalah sebuah kali yang masih asri dan masih dapait diambil batunya. Berikut kutipan latar alam cerpen “Seyum Karyamin”:

“Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh si paruh udang.punggugnya biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah sanga. Tiba-tiba burung itu menukik menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya mangsa diparuhnya burung itu melesat melintasi para pencari batu, naik menghindari rumpun gelagah dan lenyap dibalik gerumbul pandan.”

Penulis benar-benar dengan sangan sangat detail menggambarkan suasana alam yang ada didaerah tersebut. Baik dari kebiasaan burung si paruh udang yang lengkap dengan morfologi burung tersebut.

Pada khususnya latar cerpen ini dibagi menjadi dua yakni di daerah sekitar sungai yang merupakan tempat Karyamin mencari batu bersama teman-temannya. Yang kedua adalah di depan rumah Karyamin diatas lerengan, yaitu ketika Karyamin bertemu dengan Pak Pamong.

c. Alur

Dalam cerpen senyum karyamin ini, alur yang digunakan adalah alur maju. Dimulai dengan Karyamin yang tengah memindahkan batu dan terjatuh karena keseimbangan badannya yang tidak terjaga akibat merasa sangat lapar . Alur mulai menarik ketika Karyamin dan teman-temannya mulai menertawakan diri mereka masing-masing untuk menghibur diri mereka sendiri. Alur selanjutnya yaitu klimaks, ketika Karyamin sampai di depan rumahnya dan bertemu Pak Pamong yang meminta dana sumbangan, kemudian ditanggapi Karyamin dengan tertawa keras-keras lalu pingsan. Dalam cerpen ini tidak dimunculkan alur antiklimaks.

d. Gaya Bahasa

Dalam cerpen ini, pengarang menggunakan diksi dan istilah yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Penyampaian cerita dituliskan tanpa banyak basa basi, lugas dan langsung pada pokok persoalan. Dalam cerpen ini masih terdapat diksi yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu “mbeling” dan”kempong”. penggunaan diksi dari bahasa Jawa tersebut mungkin dipengaruhi oleh latar belakang pengarang yang tinggal di Jawa. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa juga untuk menunjukkan segi latar yang memang berada di daerah desa yang pada umumnya masyarakat kurang mendapatkan pendidikan.

Hal yang perlu dicatat dari gaya bahasa Ahmad Tohari dalam bercerita pada cerpen “Senyum Karyamin” ini terdapat kalimat yang diulang beberapa kali yaitu;

Mereka, para pengumpul batu itu, senang mencari hiburan dengan cara menertawakan diri mereka sendiri.

Kalimat tersebut diulang dengan maksud menegaskan pola perilaku orang desa yang akrab dan asosiatif secara bersama-sama menjalani kehidupan.

e. Tema

Cerpen Senyum Karyamin ini bertemakan mengenai kehidupan sosial masyarakat kalangan ekonomi kelas bawah yang hidup di daerah pinggiran. Dalam menjalani hidup mereka, kaum kuli harus bekerja keras demi mencukupi kebutuhan keluarga dan membayar hutang, yang kian hari kian menumpuk. Meski hidup mereka berat, mereka tidak menyerah dan tetap berusaha. Untuk menghibur diri, mereka hanya perlu menertawakan diri mereka sendiri, karena tidak ada lagi hal yang bisa mereka lakukan untuk menghibur diri tanpa uang, hanya senyuman yang mampu meredam segala perasaan pedih yang mereka rasakan.

Pendekatan selanjutnya untuk lenih mendalami potret manusia dalam cerpen “Senyum Karyamin” adalah menggunakan pendekatan psikologi dengan uraian sebagai berikut.

Tokoh Karyamin sebagai tokoh utama dalam Cerpen “Senyum Karyamin” digamabarkan sebagai orang desa yang miskin. Ia bekerja sebagai penambang batu di sungai. Penulis mengambarkan karakter Karyamin sebagai seseorang laki-laki yang pantang menyerah ia berusaha terus menerus walaupun ia jatuh sampai beberapa kali.berikut kutipannya:

“Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh,lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawaan kawan-kawannya.”

Dari kutipan diatas dapat kita lihat bahwa Karyamin adala pribadi yang berhati dan pantang menyerah untuk mengankat batu ke atas walaupun ia sudah jatuh dua kali pada pagi itu. Terlebih lagi ia menjadi bahan tertawaan teman-temannya.

Meskipun demikian, pagi ini Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh, lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu‑batu yang tumpah dari keranjangnya. Dan setiap kali jatuh, Karyamin menjadi bahan tertawa­an kawan‑kawannya.

Kali ini Karyamin merayap lebih hati‑hati. Meski dengan lutut yang sudah bergetar, jemari kaki dicengkeramkannya ke tanah. Segala perhatian dipusatkan pada pengendalian keseimbangan sehingga wajahnya kelihatan tegang. Semen­tara itu, air terus mengucur dari celana dan tubuhnya yang basah. Dan karena pundaknya ditekan oleh beban yang sangat berat maka nadi di lehernya muncul menyembul kulit.

Karyamin adalah orang miskin dengan penghasilan yang minim, banyak hutang dan bodoh. Yang sudah ditipu tengkulak yang membawa batunya. Penulis melukiskan Karyamin sebagai orang desa yang identik dengan kebodohan, kemiskinan dan bersahaja. Penulis menggambarkan kemiskinan tersebut dengan Karyamin yang terbelit oleh banyak utang.

Maka Karyamin sungguh‑sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkan istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari ini, hari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya.

Selain itu Karyamin juga digambarkan sebagai seorang yang sabar dan tak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya yang penuh konflik, hal tersebut terbukti saat ia merasa lapar ia tak mengeluh pada teman-temannya dan hanya tersenyum dalam menghadapi masalahnya. Namun terlepas dari semua itu, Karyamin juga memiliki sifat yang kasar sebagai seorang kuli, yang nampak pada saat ia berkata “bangsat” dan berniat membabat burung paruh udang yang melintasinya. Selain itu, Karyamin juga memiliki sifat pengecut, terbukti ketika sampai di depan rumahnya dan mengira da penagih hutang, ia hendak menghidar.

Maka Karyamin sungguh‑sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkan istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Masih dengan seribu kunang‑kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa perlunya dia pulang. Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong istrinya yang sedang menghadapi dua penagih bank harian. Maka pelan‑pelan Karyamin membalikkan badan, siap kembali turun.

Karna kemiskinan Karyamin yang demikian itu bahkan ia tidak mampu untuk mengisiperutnya sendiri. Berikut kutipannya:

“Jadi kamu sungguh tak mau makan, Min?” Tanya Saidah melihat Karyamin bangkit.
“Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang –utangku dan kawan kawan.”


Kutipan diatas juga menggambarkan pola kehidupan masyarakat desa yang bersifat saling membantu seperti halnya karakter Saidah yang mengutangkan dagangannya kepada Karyamin dan teman-temannya. Rasa solidaritas tersebut dimunculkan pengarang sebagai kekhasan budaya masyarakat desa dimana saling gotong-royong dan tepo sliro.

Karakter tidak mau merepotkan orang lain ditambahkan penulis sebagai sifat Karyamin. Sebagai mana orang desa yang tahu diri. Karyamin adalah orang yang sabar ia mengahadapi cobaan hanya dengan tersenyum. Karena ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dengan kesulitan yang ia alami. Penulis menggambarkan senyuman Karyamin sebagai suatu kemenangan atas segala kesuliatan yang menimpa Karyamin. Karyamin juga sangat mencintai istrinya dan ia tidak mau membuat istrinya bersedih atas apa yang menimpanya. Ia tidak mau menambah penderitaan yang sedang dialami istrinya.

Yang kini sudah jarang ditemui di kota. Penulis juga menggambarkan pedesaan sebagai dunia yang jujur dan masih erat sekali rasa saling menolong. Selain itu penulis benar-benar dengan jelas mengetahui bagai mana cara mengangkat batu. Dari tempat yang miring.hal itu menambah kesan benar-benar seperti nyata.

Terlepas dari itu pengarang juga menghadirkan sisi keburuka dari seorang tokoh yaitu Pak Pamong yang dengan seenaknya menagih iuran sumbangan untuk Afrika kepada Karyamin yang dianggap mempersulit dirinya tanpa melihat bahwa sebenarnya Karyaminlah yang perlu mendapat sumbangan untuk menyambung hidupnya. Pribadi tersebut dirasa tidak seimbang antara id, superego, dan ego. Demikian halnya dengan pikiran teman-teman Karyamin yang suka menertawakan orang lain, meski hal itu dianggap sebagai rasa kesetiakawanan dalam hal mencairkan suasana. Tokoh Sardi juga digambarkan sebagai tokoh penghasut seperti pada kutipan.

'Memang bahaya meninggalkan istrimu seorang diri di rumah. Min, kamu ingat anak‑anak muda petugas bank harian itu? Jangan kira mereka hanya datang setiap hari buat menagih setoran kepada istrimu. Jangan percaya kepada anak‑anak muda penjual duit itu. Pulanglah. Istrimu kini pasti sedang digodanya."

Agaknya, judul itu sendiri dapat menyuratkan makna yang ingin diangkat dalam cerpen-cerpen di dalamnya. Senyum—untuk kepahitan hidup yang sering mendera Karyamin (wakil dari orang-orang desa yang miskin, yang pinggiran, dan juga yang tersingkir dari masyarakat desa) tanpa mengetahui jalan keluar darinya, dari kepahitan itu. Senyum sebagai lambang dari usaha menerima nasib, bahkan menertawainya, karena apa boleh buat. Dalam kenyataanya sebagai manusia sosial, “senyum” itu akan selalu ada.

F. Kesimpulan

Berdasarkan sejumlah analisis data dari cerpen “Senyum Karyamin” di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

· Cerpen Senyum Karyamin ini memiliki makna bahwa, walaupun masyarakat golongan kuli tidak memiliki pendidikan, mereka masih memiliki moral dan nilai sosial dalam menjalani hidupnya. Mereka hidup pantang menyerah dan terus berusaha, walaupun mereka tahu bahwa dengan berusaha sekuat apapun kehidupan mereka akan tatap saja keadaannya. Mereka juga setia kawan dan masih mau peduli dengan nasib orang lain, walaupun hidup mereka sendiri masih kekurangan. Mereka seringkali menertawakan teman, namun itulah cara mereka dalam menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap teman. Hidup saling mengasihi dan berusaha membantu sesama merupakan kunci mereka untuk tetap bertahan dan berusaha dalm menjalani hidup yang kian hari kian terasa sulit, dan dengan sebuah senyuman mereka akan menghadapi semua persoalan hidup.

· Analisis cerpen karya “Senyum Karyamin” dilakukan dari segi struktural dengan menitik beratkan pada psikologis berakitan dengan kehidupan psikologi tokoh yang meliputi unsure instrinsik khusunya perwatakan yang membangun cerita dan bermuatan kehidupan sosial, Ketiga hal diatas saling berkaitan dan saling mempengaruhi cerpen “Senyum Karyamin”. Analisis ini di mulai dari intrinsik yang kemudian mengerucut mengarah ke Psikologis tokoh sehingga dapat dilihat potret manusia dalam cerpen tersebut.

G. Daftar Rujukan

1. Noor, R. dkk. 2004. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegero.

2. Suwignyo. 2008. Kritik Sastra Indonesia Modern- Pengantar Pemahaman Toeri dan Penerapannya. Malang: A3.

3. Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.

4. Wellek, R. dan Austin, W. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

(Terjemahan Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.

5. Http:/Wikipedia-Ahmad-Tohari.html, di akses tanggal 2 Nopember 2010, 14: 15 WIB.

6. Http:/Mengenal-apresiasi-prosa-fiksi.html, di akses tanggal 2 Nopember 2010, 14: 20 WIB.